Lianus membesar di daerah dimana Muslim hanya sedikit jumlahnya. Inilah yang membuat Lianus tidak pernah mengenal Islam. Malah bila bertemu dengan simbol-simbol Islam seperti pakaian Muslim, maka tidak ragu-ragu akan dia bakar.
Suatu hari, ia menonton filem penyaliban Jesus Kristus. Pada masa menonton filem itu, Lianus melihat adegan Jesus semasa memasuki gereja, secara spontan Jesus mengangkat kedua tangannya sambil memberikan ceramah kepada murid-muridnya. Pertanyaan segera timbul dalam diri Lianus.
“Mengapa agama saya dalam kehidupan sehari-hari tidak sama dengan apa yang dilakukan Jesus, Contohnya, dalam gereja, Jesus berdoa sambil menadah kedua tangan, bukan bernyanyi,” tanya Lianus dalam hati.
Rasa gusar ia semakin bertambah ketika Jesus hendak ditangkap. Dalam filem itu, cerita Lianus, Jesus mengatakan akan datang yang menggantikannya. Pernyataan Jesus difikir semula oleh Lianus. Lalu dia secara spontan bertanya kepada paderinya. “ Siapa yang akan menggantikan Jesus?” Lalu seketika paderi menjawab “Messiah”. “Siapa, Jesus kan Messias juga?” tanyanya kembali.
“Saya pun tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti, setelah itu,” ujarnya.
Tamat sekolah SMP, Lianus dibawa bapa saudaranya ke Medan, Sumatera Utara. Perpindahannya dari Nias ke Medan, Lianus membawa dirinya bersama 3 pertanyaan dalam hati.
Pertama, mengapa cara beribadah agamanya tidak sama dengan Jesus.
Kedua, mengapa Tuhan boleh ada anak, lalu anak itu menjadi Tuhan dan kemudian meninggal.
Ketiga, sepanjang di Medan, Dia sering mendengar rakaman pendakwah terkenal yang menceritakan kisah para Nabi mulai dari Nabi Adam hingga ke Muhammad SAW. “Bagaimana Islam boleh mempunyai cerita seperti itu. Saya tidak tahu,”katanya.
Di Medan, Lianus tinggal berhampiran Masjid. Secara otomatik, dia selalu mendengarkan pengajian setiap petang. Lianus yang sedang menduduki bangku sekolah menengah begitu senang memperhatikan umat Islam sedang berwudhu.
Tanpa sedar, apa yang dia lihat itu mirip dengan adegan film yang pernah ia tonton. “Inikan yang saya lihat dari filem tersebut. Semasa itu, Nabi Musa AS meminta umatnya untuk membersihkan kaki, muka, tangan,” kenangnya.
Sejak itu, Lianus aktif mengikuti aktiviti masjid. Ia diterima dengan baik, walaupun belum bersyahadat.
Perubahan Lianus dibaca bapa saudaranya. ia kemudian membawa Lianus ke Riau.
Di Riau, Lianus bekerja di sebuah industri kertas. Sepanjang di Riau, ia sempat melihat perilaku umat Islam yang tidak konsisten menjalankan ibadahnya. Dia pun memutuskan untuk tinggal berhampiran masjid. Sekali lagi melalui masjid tersebut, Lianus mendengar kisah para nabi, termasuk Nabi Isa dan kisah Maryam.
Bergoncanglah keimanan Lianus. “Ketika saya merenung, ketika larut malam. Saya tidak tidur. Saya pun minum arak buat kali terakhir . Setelah itu, saya niatkan diri untuk bertaubat,” kenang Lianus.
Akhirnya, Lianus memutuskan untuk masuk ke dalam masjid. Kebetulan, ada salah seorang pemuda bernama Suryadi di sana. Ia membimbing Lianus pada Alquran. Oleh Yadi, Lianus diperlihatkan surah Al-Imran untukmenjawab pertanyaannya yang pertama dan kedua.
Lalu, Yadi, memperlihatkan Alquran surah Al-Maidah untuk menjawab pertanyaannya yang ketiga. “Makin yakinlah saya, Alhamdulillah, saya bersujud kepada Allah SWT. Saya meminta disyahadatkan,” ungkap Lianus.
Lalu, Yadi, memperlihatkan Alquran surah Al-Maidah untuk menjawab pertanyaannya yang ketiga. “Makin yakinlah saya, Alhamdulillah, saya bersujud kepada Allah SWT. Saya meminta disyahadatkan,” ungkap Lianus.
Dia pun dibimbing oleh Haji Amin dari Masjid Istiqomah mengucapkan dua kalimat syahadat lalu bergantilah nama menjadi Abdul Aziz Laiya.
Berita Lianus masuk Islam segera didengari oleh bapa saudaranya. Tidak lama kemudian, orang tua Lianus mendengar berita keislaman Lianus. Keluarganya marah besar. Malah, bapa saudaranya tidak segan memukul dan menendang dirinya. Lalu, oleh bapa saudaranya, dia dibawa kembali pada keluarganya. Oleh ayah dan ibunya, Lianus diancam tidak akan lagi diakui sebagai anak.
“Selama tiga bulan pertama memeluk Islam, saya menghadapi tendangan, pukulan, dan dilempar ke kolam,” kata dia. Malah seorang bapa saudaranya menyiramnya dengan darah babi lalu dipaksa makan babi. Menurut bapa saudaranya, tindakan itu merupakan sebahagian dari ritual untuk mengembalikan Lianus kepada jalan yang benar.
“Dalam menghadapi tekanan bertubi, saya hanya boleh mengucapkan laa Illahalillah dan solat,” katanya.
Semasa itulah, Lianus merasa sendirian. Tidak ada yang membantu dirinya memperjuangkan Islam. “Bergoncang juga iman saya semasa itu,” kenang dia. Selama seminggu Lianus tidak solat, seminggu itu pula iman Lianus semakin tipis; dirayu untuk kembali kepada ajaran agama sebelumnya.
Seorang Ustaz bernama Sahabudin kemudian menemuinya dan memberikan nasihat. “Alhamdulillah, kembalilah saya kepada jalan Allah SWT,” ungkap dia.
Lianus muda yang sedang dipersiapkan untuk menjadi biarawan atau pelayan gereja, mendapat ilham sejumlah pertanyaan yang seterusnya menuntut dia mengenali dan mendalami Islam. “Kerana Allah berkehendak, saya pun mendapatkan hidayah dan diselamatkan saya oleh Allah SWT untuk menjadi seorang Muslim,” katanyakepada Republika.co.id.
Lianus Laiya, lahir 25 Oktober 1981 di Nias, Sumatera Utara. Dia lahir di tengah keluarga Katholik yang taat. Sebahagian dari keluarganya merupakan pendakwah. Kerana itu, tidak hairan, sebagai anak lelaki tertua, oleh keluarganya, Lianus dipersiapkan untuk meneruskan tradisi keluarga sebagai penggiat gereja.
“Namun, Allah SWT memalingkan langkah saya untuk mendapatkan hidayah,” ungkap dia.
Lianus kembali mendalami Islam. Dia kembali mengikuti berbagai majlis taklim yang rasmi. Dia pun menjadi ketua remaja masjid di persekitarannya. Dia juga bertugas membimbing para mualaf . Lalu dipertemukanlah dia oleh Ustaz Nababan, pengasuh pondok Pesantren Pembina Muallaf Annaba Center, Tangsel, Banten.
Lianus sempat kembali ke Nias lantaran menerima berita bahawa ayahnya sedang sakit. Ia diminta kembali ke agama sebelumnya, agar ayahnya sembuh.
Ia menggeleng. “Dengan ilmu rukyah yang kurang, hanya dengan kepercayaan melalui bacaan basmalah, surah al-Fatihah, al -Ikhlas, al-Alaq, dan ayat kursi. Subhanallah, ayah saya sembuh. Yang hadir menyaksikan sembuhnysa ayah saya terkejut. Padahal waktu itu saya belum boleh membaca Alquran, saya baru belajar mengaji,” kenangnya.
Kini, Lianus merasakan ketenangan batin luar biasa dalam memeluk Islam. Dia merasa selalu dimudahkan dalam beraktiviti. “Ketika sedih, dengan berzikir, hilanglah kesedihan. Ketika sedang bermasalah, saya baca Alquran maka datanglah inspirasi,” kata dia.
No comments:
Post a Comment